Dua pemuda yang mengatasnamakan perwakilan dari Aliansi Pejuang Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2024, Iman Yusuf (Banten), dan Angga Dendi (Gresik, Jawa Timur) temui Paul Finsen Mayor, Anggota DPD RI asal Papua Barat Daya dalam rangka sampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah yang dinilai menjanggal pada prosesi penerimaan CPNS belum lama ini.
Kedua pemuda ini adalah dua diantara ribuan pemuda-pemudi pelamar CPNS yang dinyatakan tidak lolos seleksi. Sehingga melalui Senator Paul Finsen Mayor, berharap mereka sebagai anak bangsa Indonesia yang juga memiliki hak yang sama menjadi PNS dapat dijembatani komunikasi kepada kementerian terkait yaitu Kementerian PAN-RB. Dimana sang Senator saat ini duduk di komite bidang tersebut.
Alasan mereka janggal karena proses seleksi masih berjalan dan belum ada ketetapan. Sehingga berharap ada perubahan kebijakan dari kementerian terkait karena masih ada tahap selanjutnya yaitu Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).
Untuk perjuangkan hal ini, berbagai upaya sudah dilakukan. Mulai dari menyurat ke Presiden Prabowo, melalui salah satu anggota DPR RI, melalui Partai Gerindra dan bahkan sudah melapor para program Lapor Mas Wapres. Dan, sekarang kami melalui Senator Paul Finsen Mayor.
“Padahal masih banyak formasi yang kosong. Kami memiliki data itu, maka kami harap Kemenpan-RB dapat menerapkan kembali kebijakan pengisian formasi kosong melalui sistem optimalisasi perangkingan dengan nilai kumulatif terendah sebagaimana yang sudah pernah dilakukan pada CPNS tahun 2018,” ungkap Iman Yusuf.
Dari data yang disampaikan diantaranya, Diagram Kuning : Tidak Lulus PG sebanyak 34.944 (55.5%), Diagram Biru : Lulus PG tapi kalah perangkingan sebanyak 15.080 (23.9%), Diagram Merah : Tidak hadir sebanyak 5.935 (9.4%), Diagram Hijau : Lanjut SKB sebanyak 7.016 (11.1%). Total peserta lulus SKB di Kementerian Kominfo sebanyak 7.016 atau setara dengan 11.1% merupakan bukti nyata bahwa optimalisasi formasi kosong harus segera dilakukan . Dari data 11.1% akan mengalami penumpukkan peserta di formasi tertentu, namun masih banyak formasi-formasi yang masih kurang bahkan kosong di jabatan yang belum terpenuhi dari jumlah yang dibutuhkan.
Pengaduan ini pun diterima baik oleh Senator Paul Finsen Mayor, sebab hal tersebut juga terjadi di daerah pemilihannya Papua Barat Daya, yang mana belum lama ini saat melaksanakan masa reses menerima aspirasi dari para CPNS yang tidak lolos dari Kabupaten Raja Ampat.
“Saya harus tanggapi ini karena terjadi juga anak-anak Papua, khususnya di Papua Barat Daya. Maka jika dilihat kebutuhan akan pengisian formasi yang masih kurang bahkan kosong di berbagai Instansi daerah dan kementerian, maka saya berharap Bapak Presiden Republik Indonesia agar bisa membahas lebih lanjut dengan Kementerian PAN-RB terkait adanya kekosongan formasi yang masih begitu banyak dari jumlah kebutuhan formasi pada tahun 2024 ini. Dan, saya juga akan tindak lanjut dengan menyurat secara resmi,” paparnya.
Menurutnya, dengan keadaan peserta yang tidak lolos passing grade yang begitu banyak maka akan berdampak pada sistem pelayanan publik dimana akan terjadi penumpukan tugas dan ketidakmerataan distribusi SDM di lingkungan instansi baik di daerah maupun di pusat.
“Jika kekosongan formasi ini dibiarkan maka akan menyebabkan beberapa pegawai terbebani dengan tugas diluar deskripsi pekerjaannya, bahkan mengharuskan mereka bekerja lembur. Hal ini tentu berpotensi menurunkan produktivitas dan moral kerja,serta berdampak pada kualitas pelayanan publik yang diterima masyarakat dan akan berpotensi naiknya angka pengangguran di negara ini,” tukasnya.
Maka, sebaiknya tambah Paul Finsen Mayor sebaiknya ada perubahan kebijakan dan mengusulkan kembali tentang Optimalisasi Formasi Kosong tersebut.
“Solusinya, manfaatkan kembali peserta yang tidak lolos passing grade dengan catatan formasi yang dilamar oleh peserta tersebut masih kosong atau kurang dari jumlah kebutuhan yang telah ditetapkan. Menjadikan nilai kumulatif terendah yang sudah ditetapkan sebagai syarat adanya optimalisasi formasi kosong yaitu dengan nilai kumulatif terendah sebesar 311 point. Sebagai dasar pertimbangan yang sudah pernah dilakukan yaitu adanya penerapan kembali yaitu kebijakan Kemenpan-RB nomor 61 Tahun 2018,” tegasnya.